Sabtu, 22 September 2012

BAYANGAN KAYANGAN (6)
Kupu-Kupu Nan Indah

Kasih, aku merindukanmu. Jika suatu hari nanti kita bertemu, akan kukatakan "for the rest of my life", selalu bersamamu. Jika aku dipanggil Ilahi maka panggillah aku dalam pelukmu.


Air mataku menetes mengiringi bacaan diary yang kemarin sudah kutulis rapi. Satu katapun kupastikan tidak ada yang keliru penulisannya, nyaris sempurna, sesempurnanya hatiku untukmu, wahai kekasihku. Tak cukup waktu 24 jam berkisar, aku dipertemukan dengan kekasihku itu, Jumat jam lima sore kemarin.

Bila aku berkehendak maka akan kusuruh matahari berhenti di peredarannya agar tidak datang magrib menjelang, agar tidak berputar jarum jam tangan, agar tidak berhenti seliwiran kendaraan yang sibuk di sebelah kami. Tapi waktu tetaplah waktu, bergulir sesuka yang mempunya.

"Allahu Akbar... Allahu Akbar..." Magribpun tiba dan ini tanda aku harus beranjak pergi. Berpisah adalah saat yang paling tidak aku inginkan tapi apa boleh dikata, hidup harus terus berlanjut meski tanpa dia.

"Ah, aku melamun lagi, ini indikasi nih." Aku ingat pesan ustazah Yanti. Cinta itu anugrah dari Allah, tetapi bisa menjadi petaka jika kita tidak bisa memaknainya dengan tepat. Iya juga ya, kalau aku melamun saja, bisa-bisa tidak berangkat sekolah. Aku tidak boleh terlambat, bagaimana jadinya kalau aku terlambat? Sesuka hati aku menghukum adek-adek yang terlambat, lalu jika aku terlambat? mau dibawa kemana mukaku nanti.

"Teeeet.." Itu bunyi serunai tanda masuk. Sesegera mungkin satpam akan menutup pagar utama dan tidak ada satupun yang bisa membukanya kembali. Aku berada persis di belakang pagar masuk, Alhamdulillah..untung aku sudah masuk. Satpam ini super galak. Meski dirayu-rayu dengan jurus jitu, tidak akan mau dia membukakan pintu pagar. Nampaknya para satpam memilih berwajah sanger dan jutek dari pada ramah, supaya anak-anak takut pada mereka. Dan mereka berhasil membuat semua temanku takut terkecuali aku. Buktinya, setiap Jumat sore, aku berhasil lolos keluar menemui kekasihku, tanpa seorangpun tahu.

Pelajaran pertama adalah IPS dengan Ibu Ros. Asyik sekali teman-temanku belajar karena memang masih suasana pagi dan semua masih segar. Petunjuk penulisan tugas diperhatikan dengan seksama oleh teman-temanku. Pelajaran kedua adalah pelajaran memasak di ruang tata boga. Kami akan membuat risoles yang berisi daging cincang. Catatan menu sudah diberikan oleh Ibu Nita di ruang kelas. Selanjutnya kami menuju ruang memasak atau ruang tata boga di sudut lahan sekolah. Bangunan ini baru sekali, sangat rapi dan bersih. Meskipun terlihat rapi dengan warna cat putih, bagaimana dengan susunan kuburan di samping ruangan ini?

Aku tidak memungkiri bahwa rada takut bila berada di sini sendirian. Tiga ruangan tersusun sejajar dari arah timur ke barat. Ruangan pertama adalah ruangan menjahit dan bordir. Seluruh karya anak-anak asrama akan ditampilkan di sini untuk dipamerkan ketika acara-acara penting. Misalnya acara ulang tahun sekolah, banyak para undangan yang datang melihat hasil karya kami. Mereka boleh membeli jika tertarik untuk memiliki. Harga juga kami yang menentukan seberapa layak dijual dengan harga sepadan, tentu mempertimbangkan jasa pembuatan. Intinya di sini kami diajarkan bagaimana caranya produk bisa laku dijual sesuai dengan minat pasar yang sedang berkembang. Alhasil jiwa interpreneurship kami sangat berkembang meski kami tidak pernah berjualan di kaki lima pasar tradisional atau di pasar swalayan sekalipun. Suatu kebanggaan sekali, karya-karya kami menjarah wilayah seluruh Indonesia bahkan luar negeri seperti Malaysia, Singapura dan Brunai Darussalam. Di kemudian hari baru aku sadari, ternyata hasil karya bordiran, sulaman dan model baju kurung serta lilit kami banyak diciplak oleh perempuan Malaysia. Sampai saat ini aku tidak tahu bagaimana hak cipta karya-karya ini, apakah diklaim lagi oleh Malaysia sebagai miliknya atau tidak?

Ruangan tengah adalah ruangan praktek memasak. Ini juga ramai dikunjungi jika ada acara-acara penting. Beberapa teman akan demo memasak di depan para pengunjung. Hasil masakan dicicipi para pendatang, jika berkenan boleh membeli dalam potongan kecil atau besar. Yang kurasakan masakan di sini enak-enak. Wajar karena guru tata boga kami memang sarjana makanan alias ahli memasak lulusan UNAND Padang. Jenis menu yang dimasakpun beragam, mulai dari khas Padang seperti rendang, pangek, samba lado mudo sampai ala Eropa seperti kue tart ala pengantin Barat, lengkap dengan boneka selayarnya. Hm...enak...

Ruangan terakhir adalah ruangan praktek IPA. Jika dua ruangan sebelah tadi ramai dikunjungi pendatang, ruangan ini nyaris sepi. Berfungsi sebagai tempat praktek IPA seperti memotong kodok yang sudah mati untuk dilihat bagaimana organ dalamnya atau mumi kupu-kupu yang sengaja diberi asam kimiawi agar awet dan dipajang secantik mungkin di ruang kaca. Bantuk kupu-kupu ini menjadi sangat indah dengan dihiasi frame kaca berwarna-warni. Seindah apapun bentuk rumah kaca kupu-kupu itu, aku satu-satunya anak asrama yang protes kepada Ibu Intan.

"Bu, Apa tidak ada cara lain untuk mempelajari daur hidup kupu-kupu. Kan kita mau melihat kepompong berproses jadi kupu-kupu, kenapa kita justru menangkap mereka lalu dibunuh hidup-hidup. Tega nian kita ini, Bu?" Pikirku teramat kasihan kupu-kupu yang cantik ini dimumikan hanya gara-gara kita ingin mengetahui proses daur hidupnya. Apa tidak ada cara yang lain?
"Cerewet banget sih lu Delima, udah untung dapet nilai 90, kok malah protes. Eh tau gak, gue itu baru menyaksikan kupu-kupu seabreg gini, seumur-umur juga baru kali ini tauk, masak disuruh lepasin sih, ada-ada aja.." Laras menggerutu. Aku memaklumi anak Jakarta yang satu ini memang tidak pernah melihat binatang. Kota Jakarta menurutnya, hanya dipenuhi bangunan tinggi menjulang ke langit. Itu jika kita melihat ke atas, coba melihat ke bawah, banyak rumah kumuh di pinggir kali yang berseberangan dengan tumpukan sampah. Di kompleknya, nyaris tidak ada tanaman atau binatang yang bisa hidup dengan bebas. Tak heran akhirnya rumah kaca kupu-kupu itu dibawa tidur ke kamar asrama oleh Laras.

Akhirnya dengan sangat lelah, pelajaran IPApun selesai juga. Semua kelelahan karena sulitnya menangkap kupu-kupu di belakang ruang-ruang kelas. Tanpa memperhatikan teriknya matahari dan besarnya bebatuan yang menghadang, teman-temanku semangat mengumpulkan kupu-kupu. Dihitung-hitung terkumpullah 40 ekor kupu-kupu yang beragam jenis warna dan ukurannya. Habitat yang sangat indah tapi kami musnahkan dengan memberi air asam kimiawi. Persis seperti mumi yang akan disimpan di dalam Piramida Mesir. Semua puas dengan hasil kerjanya, lagi-lagi terkecuali aku. Menatap kepala kupu-kupu kuning besar yang sudah aku miringkan ke kanan, rasanya aku bersalah besar. Sampai detik inipun aku selalu teringat betapa sakitnya kupu-kupu itu. Mungkin dia adalah ibu dari kupu-kupu kecil yang juga berwarna sama, tapi akhirnya akupun mencoba tidak peduli. Bayangan kupu-kupu terus menyelimuti pikiranku sampai ke asrama Kayangan.

Tidak seperti Laras yang membawa rumah kaca kupu-kupu ke asrama, aku tidak mau membawa rumah kaca itu. Biarlah dia dipajang di dalam ruang praktek IPA. Aku tidak tertarik lagi melihat rumah kaca itu, sama sekali tidak.

Malampun larut sudah. Aku mencoba berbaring ke kanan dan kemudian ke kiri. Gelisah masih terasa, aku teringat sulitnya menangkap kupu-kupu tadi siang. Sampai ke batu nisan segala tetap kukejar. Di dekat batu nisan itu banyak tumbuh bunga kamboja yang indah jadi kupu-kupu senang bertengger di kelopak bunga itu.
"Tidak..jangan ambil punyaku...tidak.." Laras terbangun dari tidur tapi kenapa dia berteriak-teriak histeris?
"Laras...Laras...kamu kenapa?" Aku mencoba menguncang tubuhnya. Dia tetap berteriak dan menepis tanganku.
"Tidak...itu kupu-kupu milikku jangan diambil." Laras seolah meraih sesuatu dari depannya. Padahal tidak ada apapun di depan Laras. Aku mencoba merangkul Laras, disaksikan teman-teman yang lain. Memang semua jadi terbangun karena gaduhnya suasana. Laras kesurupan. Beberapa teman memanggil ustazah Riri yang berada di asrama Mariah. Cukup jauh menempuh jarak antara Kayangan dan Mariah di malam buta seperti ini. Selama perjalanan temanku itu, Laras terus berteriak sambil melotot.

Taukah teman? aku menyaksikan kupu-kupu indah berterbangan dari balik kaca ruang bawah Kayangan. Kupu-kupu itu berkelompok-kelompok, ada warna merah, kuning, hitam dan putih. Keindahan sayapnya terpancar bersamaan terpaan sinar lampu besar di sisi Jemuran.

DELIMA
01