Kamis, 30 Mei 2013

DI ANTARA DUA KAKI HITAM

Suara azan berkumandang dari cerobong suara Masjidil Haram. Semua jamaah shalat subuh bersegera menempati saf yang sudah menjulur sampai di pinggiran Zam Zam Tower. Jamaah beragam; etnis, warna kulit, rupa dan bahasa. Saya terperangah memperhatikan beberapa orang kulit hitam yang duduk di depan saya. Badannya yang besar, hitam dan gigi yang putih cukup membuat saya heran, baru kali ini saya menyaksikan orang kulit hitam dalam jumlah banyak.
Hari pertama kedatangan di Tanah Suci Mekah dalam rangka haji membuat mata saya sibuk kerlap-kerlip ke sana kemari. Memperhatikan suasana mesjid dan terutama memperhatikan orang-orang yang ada di sekeliling saya. Semua bersegera mengambil posisi shalat di tempat yang nyaman karena sisa tempat yang masih ada tinggal parkiran di lantai bawah. Hari kedatangan saya merupakan hari puncak pelaksanaan haji, esok harinya saya dan rombongan harus berangkat ke Arafah. Semua jamaah dari seluruh dunia sudah berkumpul di Mekah. Kedatangan ini yang disebut dengan gelombang kedua. Keuntungan gelombang kedua ini adalah energi fisik masih full untuk persiapan haji tetapi sulitnya ya sisi shalat yang sudah berhimpitan satu dengan yang lainnya. Masjidil Haram sudah tidak bisa menampung jamaah di hari puncak seperti ini.
Jadilah saya shalat subuh berhimpitan dengan jamaah kulit hitam tadi. Laki-laki perempuan sejajar saja dalam satu saf yang panjang.
"Allahuakbar"  takbir berkumandang. Ketika sujud, suka tidak suka, kepala saya berada di antara dua kaki hitam yang besar. Sujud yang dipaksakan sujud dengan posisi yang sudah sangat sempit. Begitulah suasana mesjid di hari puncak haji.
Melihat kenyataan ini membuat saya berpikir bahwa saya harus datang satu jam sebelum azan berkumandang. Ya shalat zuhur. Saya dan rombongan datang pukul sebelas siang dan bisa masuk ke mesjid dengan mudah, mengambil posisi depan Ka'bah. Persoalannya perempuan tidak boleh shalat di altar Ka'bah tetapi harus masuk di dalam mesjid di belakang saf laki-laki. Saya mencoba menyelusup di antara para laki-laki, kekeuh ingin shalat persis di depan Ka'bah, tetapi tetap saja ketahuan oleh askar. Yah...diusir.
Setiap hari saya mengelilingi posisi bab (pintu) yang menghadap ke Ka'bah. Melihat dimana saya bisa shalat dengan langsung melihat atau berhadapan dengan Ka'bah tanpa terhalang apapun.
Hari keenam, barulah saya menemui bab itu, Babul Umrah. Ternyata sisi kiri Babul Umrah ternyata ada saf untuk perempuan yang menghadap langsung ke Ka'bah (semua juga menghadap ke Ka'bah) hanya bedanya di Babul Umrah ini, pandangan mata kita langsung ke Ka'bah tanpa terhalang oleh apapun juga. Masyallah....tempat ini menjadi rebutan para jemaah perempuan karena hanya satu-satunya gerombolan saf yang diperuntukkan bagi perempuan yang menghadap langsung ke Ka'bah, yang lainnya saf perempuan diletakkan di belakang para laki-laki di dalam bangunan mesjid.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar