Minggu, 19 Mei 2013

KETIKA STATUS MENDUA; DOSEN ATAU GURU

Profesor Indomie, profesor cabe keriting, profesor Universitas Mercu Buana, itu tulisan yang pertama kali saya baca kemarin Jumat ketika memasuki ruangan Kopertis wilayah 3 lantai 3. Hati saya bergelik, kenapa dus-dus ini ada di sini? seperti tumpukan sembako di toko Engkok pedagang sembako pasar tradisional.
Ternyata, itu adalah berkas beberapa orang dosen yang mengajukan jabatan akademik sebagai profesor di Kopertis wilayah 3. Uniknya dus itu ada yang rapi dan ada yang tidak diduskan, hanya tumpukan map yang diikat tali seadanya. Hati saya berkata lagi, seandainya nanti tiba masanya jabatan akademik saya diluncurkan dari lektor ke profesor, saya akan cari tempat yang indah untuk menempatkan semua berkas; prosiding, sertifikat, jurnal, dan bahan lainnya. Universitas Mercu Buana salah satu contohnya, tiga profesor yang mengajukan, semua berkasnya dimasukkan ke dalam kardus bermerek Universitas Mercu Buana dan sangat rapi. Ini bisa menjadi contoh.
Itu sekelumit hal yang saya lirik terkait dengan profesi sebagai dosen. Sesuai dengan Undang-Undang nomor 14 tahun 2005, mengisyaratkan bahwa guru dan dosen harus memiliki sertifikasi. Persoalannnya, saat ini masih banyak di antara guru dan dosen yang memiliki status rama-rama. Maksud saya adalah ia sebagai dosen dan juga sekaligus sebagai guru. Guru di sekolah yang sudah memiliki NUPTK dan sudah menerima uang sertifikasi guru, bingung memilih, apakah status yang sudah mapan ini harus diganti dengan dosen yang sudah digeluti juga sejak lama? buah simalakama.
Kebijakan terbaru pemerintah saat ini memang mengharuskan guru atau dosen untuk memilih status yang pas dan hanya satu karena terkait pembagian uang negara yang diperuntukkan bagi dosen atau guru yang sudah memiliki sertifikasi. Jika seseorang menerima dua sertifikasi secara bersamaan maka hal ini dihukumi korupsi yang mengundang KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk menangkap dosen atau guru tersebut agar uang dikembalikan bahkan dikenai berbagai pasal. Wah..jangan sampai ini terjadi pada diri kita, para dosen, pilihlah statusmu, karena itu akan mempermudah pula pengauditan data di Dikti. Jangan memiliki status dua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar