Minggu, 19 Mei 2013

STUDI ETNOGRAFI BUDAYA SUNDA 2014

Studi etnografi budaya Sunda mewarnai penelitian saya pada 2014 nanti. Meski baru kabar berita yang dihembuskan rekan-rekan sesama dosen, bahwa proposal penelitian ini lolos tahap awal pada Kompetisi Nasional Skim Fundamental anggaran 2014, namun mampu membuat saya bergairah untuk tetap memacu semangat membuat proposal-proposal berikutnya. Banyak pengalaman menarik dibalik terkirimnya proposal ini. Berbeda dari tahun sebelumnya (saya juga memenangkan Skim Hibah Doktor anggaran 2013) yang bersifat manual, sekarang semua serba on line. Berikut ini petikan pengalaman saya yang bisa menjadi inspirasi bagi rekan-rekan yang ingin memulai atau bahkan sudah memulai meneliti via kompetisi Dikti.

1. Jangan berfokus pada proposal tetapi fokuslah terlebih dahulu pada NIDN (Nomor Induk Dosen Nasional) yang dimiliki oleh ketua tim maupun anggotanya. Persyaratan utama mengikuti kompetisi ini adalah seorang dosen sudah memiliki NIDN yang tercatat secara on line di data base Dikti.  Persoalan NIDN inilah yang membuat shock beberapa rekan, termasuk saya sendiri. Bagaimana saya tidak panik, waktu yang disediakan dua hari lagi, ternyata anggota penelitian saya tidak memiliki NIDN. Anggota tersebut diganti dengan rekan yang lain, ternyata proses impassing NIDN-nya juga belum selesai. Ganti lagi dengan salah seorang rekan perempuan yang sudah lama mengajar di kampus kami, tetap saja komputer tidak mau menerima data dosen tersebut. Terakhir ibu Kaprodi Bahasa yang saya masukkan sebagai anggota dengan agak setengah hati karena sudah lelah mengutak-atik komputer selama berjam-jam.
2. Dosen yang sudah memiliki NIDN mendaftarkan diri ke LP2M kampus dimana ia mengajar, untuk mendapatkan user name penelitian. User nama tersebut dimanfaatkan untuk membuka laman SIMLITABMAS Dikti untuk mendaftar kompetisi. Masukkan data lengkap ketua penelitian berikut anggota. Masing-masing penelitian memiliki skim yang berbeda dan berbeda pula persyaratannya. Unggulan Perguruan Tinggi misalnya, memiliki aturan, salah satu anggotanya harus bergelar Doktor. Ini juga penyebab proposal saya ditolak komputer karena tidak ada anggota saya yang bergelar Doktor. Akhirnya penelitian itu diubah menjadi Fundamental ( jika Unggulan bisa ratusan juta, Fundamental hanya 75 jutaan).
3.Setelah data dimasukkan, barulah dosen mengunggah proposal dalam muatan tidak lebih dari 5 MB. Stres-nya lagi, saya salah memahami peraturan bahwa semua proposal harus di pdf-kan, saya justru men-scan semua lembaran proposal dan menjadikannya satu file. Hm..runyam! Keterbatasan kemampuan teknologi nampaknya menjadi kendala juga. Ini menjadi tantangan ke depan, harus terus belajar.
4. Satu bulan berikut diumumkan pemenang kompetisi. 33 proposal yang masuk Dikti dari UMJ, lolos berkas sebanyak 25 proposal (lumayan kan). Kurang lebih 10 proposal FIP, hanya dua yang lolos, yaitu (1) "Kecerdasan Jamak" oleh Dr. Ansharullah (Ketua), Herwina Bahar, MA (Anggota) dan Dr. Hj. Widia Winata, M. Pd (Anggota). (2) "Studi Etnografi Budaya Sunda" oleh Dr. Hj. Widia Winata, M. Pd (Ketua) dan Ati Kusmawati, M. Si (Anggota).
5. Proposal yang lolos tersebut diujikan kembali dalam presentasi bersama tim reviewer. Ketua peneliti tidak boleh mewakilkan presentasi kepada orang lain dan ketua harus benar-benar memahami apa yang akan diteliti.
6. Setelah diumumkan menang, selayaknya peneliti terjun ke lapangan meski dana yang dijanjikan belum turun. Dana akan diturunkan per-Agustus setiap tahunnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar